-->

Monday, October 2, 2017

Mengukuhkan Nirwana (part 3)

Saat ku berpikir bahwa semua telah selesai. 
Imajinasiku saat itu adalah tangan dari sahabat-sahabatku menempel di dadaku,  tepat di mana jantungku berada. 
“Tolong aku,  berikan telapak tangan kalian.“ 
“Rasakan,  tolong aku,  tidak pernah ia berdetak sehebat ini.  Ia akan meledak.  Ketenangan pikiran dan batin yang ada padaku saat ini,  itulah yang menahannya dari meledak.“ 

Apa yang terjadi kepada kamu? 
“Ini gelisah.  Ini khawatir.  Ini harus ku cegah,  agar tidak menjadi rasa kecewa pula.“ 

Mengapa?  Adakah yang harus aku perbuat membantumu? 
“Aku cuma terlalu naif saja.  Setelah ini,  peluk aku dengan hangat.  Tolong....“ 

Bagaimana bisa?  Bagaimana mungkin?  Bagaimana caranya kau ku peluk?.
Daun-daun ini menghalangi ranting. 
“Biarkan saja ranggas daun kering itu yang menimbunku,  menyelimuti tubuhku.“ 

Rerumputan ini terlampau pendek. 
“Tidak mengapa,  sudah cukup bagiku untuk alasku tidur.  Walau tipis dan berembun,  ia hijau.“

Bebatuannya sungguh besar dan amat berat. 
Bukitnya terjal,  dan sebagian tertutup tebal oleh  lumut yang membuat licin. 
“Lakukan saja,  kamu begitu kokoh.  Angin kencang dan badai yang hendak menerpaku akan berbelok saat berhadapan denganmu.“ 

Memelukmu justru membuat aku menyakitimu. 
“Kamu berpikir,  dan menjadi banyak alasanmu dan bertambah.“
Kapan pelukmu akan terjadi?“. 

Keingintahuanku hanya satu,  siapa dia? 
Sebelum dialog ini tamat, 
Siapa dia yang berbuat ini kepadamu? 
Harus bagiku agar semua ini berakhir dalam kebahagiaan. 
Bagi aku,  bagi kamu.  
“Tuanmu..., yang menjadi dalang atas segala yang ada di sini.“ 
“Jika kamu bersedia,  aku berlutut.“ 
“Dengar,  aku melakukannya untuk pertama kali,  dan entah kapan akan terjadi lagi.“ 
“Aku tidak memintanya kepadamu,  melainkan aku mendoakannya.“ 
“Mari berdua kita mewujudkan bahagia yang bisa menjadi milik kita.“ 
“Aku akan tetap berlutut sampai kamu datang ke telapak tanganku dan memeluk aku dengan hangat dan bersuara.“ 

Aku yang lain. 
Kamu tidak sendirian,  ada aku. 
Aku tidak menemukanmu,  aku hanya mengajakmu. 
Aku berdosa bila memaksamu. 
Kamu tidak pantas sendirian. 
Jangan berayun-ayun dengan buta. 
Jangan bergelap-gelapan dengan tuli. 
Dan jangan kamu mainkan akal budi dengan bisu. 
Kamu layak diterima siapa pun dengan menjadi dirimu sendiri. 
Bila aku istimewa,  maka aku yang lain juga istimewa
Maka selesailah dengan dirimu sendiri terlebih dahulu,  setelah itu silahkan,  selesaikanlah perziarahanmu. 

“Aku mengerti apa itu masa lalu,  dan semua jatuh bangun di dalamnya hingga akhirnya kamu bisa memaafkan dan mencintai dirimu kembali.“ 
“Dari sana ku temukan kejujuran,  naif,  tulus,  bahkan pengakuan.“ 

Aku percaya bahwa aku telah berhutang banyak jawaban dan pelukan hangat. 
Kepadamu. 

#citra_autisimo

No comments:

Post a Comment

Silahkan ketik komentar, kritik, atau saran anda di sini...

Arsip

addThis

addThis