Tetaplah diam, tetaplah bungkam.
Semesta menyaksikan dan merekam.
Tanpa harus mengadili setiap kelam.
Ada api-api kecil dalam penantian.
Kuasaku sendiri yang membuatnya besar.
Kelak, aku akan terbakar.
Sesuatu tentang jasad, dan zaman.
Hari ini aku melihatnya, air terjun yang sangat indah.
Ada air bah di jalurnya, mengejar siapa pun di perlintasannya.
Aku hanya bisa berkata-kata agar mereka selamat.
Tapi bukan keselamatanku.
Dia akan naik terus sampai ke atas, tanpa dikekang aturan apapun.
Aku hanya bisa lari, sampai ke daratan tertinggi, sembari terancam tenggelam.
Ternyata, danau luas yang jernih menanti di sana.
Tapi, aku memilih membadani dosa.
Aku dan alasan-alasanku digiring untuk mungkin dicuci di sana.
Tidak ada lagi yang bisa kupersalahkan.
Jelaslah siapa aku ini.
Tentang perubahan-perubahan, mungkin saja.
Siapa yang tahu?.
Manusia dan keinginannya atas hal kotor tetap meminum air jernihnya.
Rasanya sakit sekali.
Aku juga butuh demikian.
Apakah bayanganku tentang 150 tahun lagi bisa terjadi?.
Apakah aku lebih dulu atau melampauinya?.
Apakah keinginanku direstui semesta alam?.
Ataukah, bagianku hanya sebatas halusinasi ini saja?.
Tentang masa lalu, selalu menghantui.
Sengaja kubiarkan, nyatanya aku sedang memupuk sesuatu.
Ada kehidupan yang ku lupakan.
Ada kehendak yang ku rendahkan.
Ada harapan yang ku telantarkan.
Ada bagian diriku yang ku abaikan.
Bahkan, ada hidupku yang padanya melekat satu-satunya kemuliaan, itu pun selalu aku pertanyakan.
Kenapa pula aku memilih jalan ini?.
Api-api kecil ini yang dipadamkan oleh air bah.
Sudah melebihi apapun hak untuk diriku berekspektasi.
Tanpa melihat siapakah aku.
Air terjun yang tidak mungkin surut.
Lucunya aku.
Ironisnya hidupku.
#citra_autisimo